Tentang Menikah Muda

2 comments

Hai hai !

Beberapa bulan lalu, saya melihat social media heboh dengan pemberitaan seorang anak Ustad menikah di usia 17 tahun. Pembahasan ini sebenarnya ingin sekali saya bahas saat itu juga, tapi berhubung postingan saya ter-schedule dan nggak ada slot kosong (caile !) jadilah tema ini kepending lama.

Saya flashback saat usia saya 17 tahun, dimana saya masih imut-imutnya berseragam putih abu-abu. Dunia saya pun masih terlihat abu-abu, hal yang benar kadang sulit kita jalani, sedangkan yang salah malah terlihat indah, semua abu-abu. Maklum, remaja. Segala hal suka dicoba-coba, termasuk hal yang salah. Saya masih di bangku sekolah pada saat itu, masih perlu banyak belajar mengenal diri saya sendiri, mengenal pergaulan, memilih jalan saya sendiri, dan masih dibimbing orang tua untuk bisa menelusuri jalan berikutnya mana yang harus saya pilih.

Bagi saya, masa remaja di usia itu adalah masa pembekalan, cikal bakal saya yang sekarang.

Orang tua saya sepenuh tenaga banting tulang membentuk saya menjadi "orang", agar saya punya bekal setelah lulus, saya bisa mandiri, menghidupi diri saya sendiri, dan mengangkat derajat orang tua saya. Seperti itulah kira-kira.

Sedangkan menikah di usia 17 tahun ?

Bisa dibilang rencana untuk menikah di usia belasan sama sekali nggak terlintas sedikit pun di otak saya. Walaupun latar belakang keluarga saya memiliki tradisi perjodohan yang berujung menikah di usia muda, saya tidak gentar dan menyerah begitu saja ikut tradisi untuk menikah di usia muda.

Saya rasa di usia segitu, belum sepenuhnya remaja siap menerima problematika rumah tangga yang timbul setelah menikah. Masih terlalu dini.

Bukan saya nggak setuju orang lain menikah di usia muda loh ya !
Justru menikah muda bisa menghindari kamu dari zina. Menikah itu katanya ibadah, Maka, dengan kamu menjalani sebuah pernikahan, satu ibadah yang 'nikmatnya' dapat kamu cicipi langsung dihidupmu pun terpenuhi.

Tapi saya sih masih nggak habis fikir, untuk menghidupi diri saya sendiri aja masih belum mampu, apalagi nanti punya anak di usia muda. Mau saya didik seperti apa anak saya nanti ? Sepertinya hanya jadi beban masalah orang tua kalau saya menikah di usia segitu. Lagian memang usia segitu, saya lagi giat-giatnya belajar untuk meneruskan kuliah, melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dan bermimpi ingin jadi ini itu while sekolah saya masih terus berlanjut. Saya rasa pun sebagian besar remaja memiliki pemikiran yang sama dengan saya pada usianya.

Setelah beberapa tahun kemudian, saat dirasa usia saya sudah matang (waktu itu 24 tahun) dan ternyata Allah mempertemukan saya dengan jodoh saya, saya pun tak segan-segan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius, yaitu menikah.

Kenapa ?
Pada saat itu, saya merasa sudah melewati banyak fase dan mempunyai cukup bekal untuk berbagi hidup dengan orang lain serta memiliki kesiapan untuk membesarkan seorang anak. Secara lahir dan batin saya sudah siap, berbeda jauh dengan pola pikir saya saat usia 17 tahun tentang konsep "menikah" yang memang saat usia remaja, nggak ada sama sekali kesiapan untuk melakukan itu.

Kemudian saya pun menikah, lalu memiliki seorang anak.

Dari fase-fase yang masih belum seberapa inilah saya banyak belajar dan ingin menuliskan pandangan saya tentang menikah. Bahwa menikah bukan hanya sekedar menyatukan dua hati dalam satu ikatan, bukan hanya sekedar janji suci sehidup semati, bukan hanya sekedar perjuangan dua pasang kekasih berakhir bahagia, tapi awal dari perjalanan baru.

Saat ijab kabul, maka saat itulah, seorang gadis menyerahkan hidupnya dengan penuh untuk suami. Meninggalkan semua orang yang ia cintai termasuk orang tua, hanya untuk apa ? ikut dengan suami. Dari situ pula fase kehidupan lain dimulai. Berumah tangga.

Kapan saat yang tepat ?
Saat dimana kamu bisa berdamai dengan diri kamu sendiri, saat kamu mampu meredam ego diri kamu sendiri, dan saat kamu merasa bisa berjuang kaki di kepala dan kepala di kaki untuk keluarga kecilmu. Bahkan, beberapa lajang berusia 35 tahun pun masih belum mampu menikah karena hal itu. Jadi, memang menikah tidak diukur dari seberapa tua usiamu, tapi dari seberapa siapkah kamu berbagi dengan orang lain.

Jika kamu masih ingin menggapai ini itu, keinginan kamu masih tinggi, kamu masih egois, dan kamu rasa masih banyak yang kamu harus kejar, maaf ya menurut saya kamu belum siap menikah. Jadi, jangan sekali-kali dipaksakan karena kalau sudah salah langkah, takutnya langkahmu akan selalu salah. Jangan menikah karena dipaksa orang tua atau dikejar umur. Never ever !

Dan jangan pula kepikiran karena kamu belum siap nikah, maka kamu boleh pacaran lama. Tapi berkaca lah ! Lebih buruk mana menikah di usia muda atau pacaran lama (yang berujung zina) ? Naudzubillah!

Pesan dari saya bina lah rumah tangga seikhlas mungkin saat kamu siap. Dari ikhlas kamu akan temui kebahagiaan-kebahagiaan tak terukur materi. Jika belum siap, pelihara lah diri mu, maka Allah akan memuliakan mu.

Hanya kamu dan Allah lah yang tahu kapan waktu yang tepat untuk menikah, jadi menikah lah saat kamu ikhlas :)


Cheers,
L










Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

2 komentar

  1. Wow, nikah muda.. hahahaha Dulu ngga pernah ada pikiran untuk cepet nikah atau menunda nikah karena emang belum siap & kepikiran. Tapi setelah mengalami pacaran lama ujung2nya putus & taaruf ujung2nya nikah, aku pikir semua kembali ke orangnya hihihi.

    Menurut aku, nikah itu harus siap lahir, bathin, emosi, jiwa, raya, ekonomi, kedewasaan dll. Jd kl ada yg udah siap semua diusia muda, jempol banget deh!

    BalasHapus
  2. nice sharing ka luna...
    "saat yang tepat dimana kamu bisa berdamai dengan diri sendiri dan meredam ego sendiri" sukaaa banget dengan kata2 ini :)
    semoga aku bisa lebih banyak belajar ya dan dideketin jodohnya juga, aamiin hehe :p

    BalasHapus

Shout your comment here and thanks for dropping by :)