Menanggapi Profesi Blogger/Vlogger/Youtubers/Influencer/Buzzer

No Comments

Halo semuanya!

Minggu lalu, dunia per-agency dan per-influencer-an sedang dihebohkan dengan adanya "sheet" yang isinya list Influencer Reputation. Awalnya, ada thread di salah satu grup "Agency" isinya curhatan seorang pekerja agency tentang keluhannya kerjasama dengan banyak influencer. Dalam tulisan tersebut, saya membaca bahwa selama ini dia sudah sangat sabar "melayani" permintaan para influencer dengan segala permintaan yang "kadang" memang aneh. Padahal, sebelum melakukan kerja sama biasanya ada hitam di atas putih. Kemudian, muncul sheet yang sengaja dibuat oleh salah satu anggota grup menanggapi thread tersebut. Isinya ada nama-nama influencer/buzzer/artis ditambah kolom penilaian (terbagi dua; bad reputation dan good reputation) yang ditulis sukarela oleh anggota lain. Tujuannya, supaya kita bisa berbagi pengalaman baik/buruk kerja sama dengan nama influencer/buzzer yang disebutkan.




Kadang memang kerja sama yang seharusnya mudah jadi sulit, belum lagi permintaan client yang cukup ajaib di detik-detik terakhir ditambah influencer (yang instant) ini terkena star syndrome. Huft! Pelik! Oleh sebab itu, menurut kacamata saya, list itu ada sisi positifnya juga. Kita sebagai user, jadi tau kualitas kerja dari calon influencer/buzzer yang akan kita ajak kerjasama, positif lainnya dari sisi influencer, kalau si influencer memang kerja secara profesional, bisa jadi ajang promosi ke agency lain yang kebetulan mungkin lagi cari influencer.

Sayangnya, ada pihak-pihak yang nggak bertanggung jawab nyebar sheet itu ke publik dan menjadi konsumsi para influencer (yang harusnya sheet ini menjadi rahasia anggota). Mereka yang masuk ke bad reputation sudah tentu murka karena merasa dinilai secara subyektif. 

Sebelum saya bekerja di dunia agency ini, tiga tahun saya menjadi seorang Talent Coordinator di salah satu televisi swasta yang tugasnya yaaaaa berhubungan dekat dengan artis/pengisi acara/musisi dan pekerja seni lainnya. Hanya 3 tahun, waktu yang nggak terlalu lama untuk ukuran dianggap berpengalaman dan punya jaringan luas.

Kami ada di divisi yang mengharuskan setiap harinya bersentuhan dengan yang namanya cek jadwal artis, deal harga, kontrak kerja sama, jadwal syuting dan yang paling krusial yaitu pembayaran.

Bok! yang namanya artis mahal banget mah udah ada dari jaman dulu, cuma dulu nggak ada sosmed aja jadi nggak ada berita luas kesebar tentang kerja-kerja artis dan harga yang menjulang tinggi. Trus sekarang kalo influencer yang tiba-tiba dalam kurun waktu 3-5 tahun atau bahkan kurang dari itu udah terkenal trus belagu, mahal dan susah banget komunikasi, nggak bisa di-brief padahal ratecard selangit, aduhhhh gusti ampun.. gimana kami-kami ini para agency nggak kesel.. ya mbok bisa baik-baik dibicarakan, kan saling membutuhkan, kalau kalian nggak butuh ya tinggal tolak, jadi jelas dari awal nggak mau kerja sama, jangan moody. Huft!

Throwback lagi, dahulu kala, bos saya sempat berkata, "Apapun yang artis itu inginkan, coba kamu terima aja dulu, jangan pernah marah apalagi nolak, karena gimana pun juga, kita butuh mereka." Kami harus nrimo, karena reputasi sebuah televisi nasional dulunya dilihat dari "siapa sih" artis yang berhasil diajak kerjasama. Iya nggak sih? Coba kalau ada televisi swasta ngadain acara ulang tahun, mana pernah ada yang nggak ngerayain? Saling lomba-lomba ngundang artis termahal, terheboh, terlaris, demi apa? demi rating dan sharing. 

Percayalah. Tiga tahun saya di televisi cukup membuka mata saya akan luasnya jalinan keakraban artis dan televisi. Saling membutuhkan.

Sekarang, saat saya ada di dunia agency, lebih spesifik lagi di dunia digital, ternyata dunia kerja saya yang dulu kembali lagi ke kehidupan saya. Sejak mulai banyak digunakannya Influencer dan Buzzer di perkembangan digital, saya ngerasa balik lagi ke dunia yang pernah saya tinggalin. Asek! hahahahahah.. 

Yak, menanggapi sheet influencer yang mberebes kemana-mana ini, bikin saya setengah kecewa dan setengah lagi kasianKecewa karena sheet itu hilang setelah kurang lebih 2 hari tayang
Sejujurnya, saya merasa cukup terbantu dengan adanya review/reputation yang diberikan secara keroyokan dari temen-temen agency lain terhadap influencer yang banyak sekarang. Kasian karena memang penilaiannya subjektif. Si pembuat sheet di salahkan dan si influencer yang masuk di bad reputation merasa dicemarkan nama baiknya.

Tapi, sebenernya si pembuat sheet nggak salah-salah amat kok. Toh, list itu seharusnya dibuat untuk kalangan internal agency-agency yang gabung di grup itu, bukan untuk konsumsi publik apalagi konsumsi influencer. Setiap orang punya akses untuk baca dan nulis pengalamannya. Penilaian memang subjektif, ya karena berdasarkan pengalaman, nggak ada tolak ukurnya. Pengalaman si A belum tentu sama dengan si B saat kerjasama dengan si C. Itu wajar. Nggak ada hak jawab untuk menanggapi sheet itu? Memang nggak ada. Balik lagi kebutuhan sheet itu untuk apa dan untuk siapa. Kalau ditanya kenapa nggak ada hak jawab untuk influencer, ya jelas memang sheet dibuat untuk kalangan sendiri. Bukan tanya jawab atau ajang klarifikasi.

Sisi positif untuk agency, agency jadi tahu kualitas dan kuantitas influencer dari pengalaman agency lain. Bisa jadi pelajaran kalau client request si A, kita bisa ada patokan dari review. 
Sisi negatifnya, sekali lagi, penilaian subyektif, nggak ada yang bisa buktiin kebenaran yang ditulis di sheet. Entah itu baik atau buruk karena nggak ada bukti. Kita jadi insecure duluan sebelum kerjasama.

Sisi positif kalau saya jadi influencer dan masuk ke bad reputation, harusnya saya jadi introspeksi diri. Saya harus membereskan internal saya, entah itu manager saya atau management waktu saya. Toh, selama ini influencer menikmati hasil dari agency juga (walaupun ada yang langsung ditawarin dari brand) tapi nggak munafik, rejeki situ pun datang juga dari agency. Kalau masuk list di good reputation, bersyukur. Selama ini hasil kerja keras influencer dampaknya postif. Bisa jadi ajang promosi ke agency lain tentang cara kerja kita atau kualitas kerja kita. Pembuka jalan bagi rejeki lainnya juga.
Sisi negatif kalau saya masuk list bad reputation, nama baik saya tentu luluh lantah, saya pasti nggak terima karena jadi buruk di mata agency lain / brand yang belum pernah kerja sama dengan saya tapi harusnya bisa jadi pelajaran ke depan. Kalau masuk di good reputation, ya itu bisa jadi ajang promosi ke agency / brand lain. Seperti yang saya bilang, pintu rejeki lain terbuka. Hasil kerja profesional selama ini keliatan.

Last but not least, as I mentioned at the begining, ini hanya lah opini saya menanggapi fenomena influencer/buzzer yang sedang banyak dijadikan profesi baru. 

Kalau diri kita sudah merasa kerja secara profesional, nggak banyak nuntuk apalagi sudah ada hitam di atas putih, sesuai dengan briefing, sudah secara maksimal, jangan takut hanya karena sheet itu tersebar lalu pintu rejeki jadi tertutup. Rejeki sudah ada yang mengatur, apa yang kita perbuat, itu yang kita tuai. Tapi, kalau ternyata di sheet tersebut adalah kenyataan/kejadiaan yang benar terjadi, berarti sudah sepantasnya kita menerima hasil kerja kita itu.

Agency dan influencer masih saling membutuhkan, jadi ya gimana caranya buat terjalin harmonis, be a professional aja sih kuncinya. Semua pasti bisa didiskusikan dan ada konsekuensinya. 

Keep a good vibes!



Cheers,
L










Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar

Posting Komentar

Shout your comment here and thanks for dropping by :)